Saya, misalnya, setiap hari menerima laporan tentang dinamika kampung saya, Sunur, melalui beberapa group WhatsApp (WAG), melalui berbagai platform digital, baik tulisan, audia, dan audio visual.
Bahkan, melalui WAG ranah-rantau, dapat pula diikuti dinamika hubungan antara para perantau dari nagari saya, Sunur, dengan warga masyarakat yang tinggal di kampung.
Jadi, saya berpendapat bahwa konsep DIM itu mungkin bermanfaat sebagai BAGIAN dari, BUKAN SATU-SATUNYA, strategi untuk menata kembali Minangkabau, dalam rangka “mangumbalikan ‘siriah ka gagangnyo,’ mangumbalikan ‘pinang ka tampuaknyo’” (kursif dengan huruf besar oleh Suryadi).
Sayang sekali, gagasan “nan tabik” dari rantau itu langsung ditanggapi secara apriori oleh orang di Ranah, sehingga putik yang baru “kambang” itu gugur sebelum jadi buah. (*)
Wassalam.Tanggapan saya terhadap tulisan Dr Emeraldy Chatra
Leiden, Minggu 20 April 2025
