Tanpa kekuatan memenjarakan, lembaga ini justru membuktikan kekuatan moral dan administratif bisa lebih menekan ketimbang vonis hakim.
KETIKA keluhan rakyat berhenti di ruang tunggu pelayanan publik, Ombudsman datang bukan dengan sirene, melainkan dengan surat permintaan klarifikasi dan teguran tertulis.
Tanpa kekuatan memenjarakan, lembaga ini justru membuktikan kekuatan moral dan administratif bisa lebih menekan ketimbang vonis hakim.
Didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman Republik Indonesia menjadi satu dari sedikit lembaga negara independen yang langsung menampung suara-suara masyarakat terkait layanan publik.
Ia seperti rumah sunyi tempat pengaduan diam-diam dicatat, diperiksa, lalu dilayangkan ke lembaga-lembaga yang sering kali gemar buang muka.
Namun, dalam sunyi itu, Ombudsman justru memperlihatkan daya dobrak yang tak terduga.Dalam Laporan Tahunannya, lembaga ini menerima lebih dari 10 ribu laporan pada 2024 — melonjak drastis dibanding tahun sebelumnya.
Dari sektor pertanahan, kepegawaian, pendidikan, hingga perhubungan, masyarakat mulai menemukan jalannya: menulis, bukan membakar; mengadu, bukan mengancam.
Robert Na Endi Jaweng, salah satu anggota Ombudsman RI, menyebut lonjakan aduan sebagai gejala membaiknya kesadaran warga sipil.
“Rakyat mulai tahu, bahwa melapor itu hak mereka. Dan negara berkewajiban mendengarkan,” katanya dalam sebuah diskusi publik.