Butuh waktu dan energi untuk membangun sistem pelaporan yang inklusif — terutama bagi masyarakat akar rumput yang tak akrab dengan bahasa legal.
Perwakilan Ombudsman di daerah pun masih menghadapi keterbatasan sumber daya. Di Riau, misalnya, laporan terbanyak berasal dari sektor pendidikan dan pertanahan.
Namun hanya ada segelintir tenaga pemeriksa yang menangani ratusan laporan setahun. Ini menunjukkan perlunya penguatan struktur dan dukungan fiskal untuk membuat Ombudsman lebih hadir, bukan hanya simbolis.
Di tengah tantangan itu, Ombudsman tetap berlari — pelan tapi konsisten. Mereka bukan penjaga pintu hukum, melainkan penjaga nilai.
Mereka tidak menjatuhkan palu, tapi menggerakkan hati nurani publik. Dalam demokrasi yang cenderung gaduh, kehadiran lembaga sunyi seperti ini justru menjadi penyeimbang.Bagi masyarakat, Ombudsman adalah pilihan: bukan pengganti pengadilan, melainkan pelengkap. Bukan tempat pelarian, melainkan pintu pembuka keadilan administratif.
Dan dalam negara hukum yang sejati, suara-suara kecil yang ditampung di meja pengaduan bisa mengubah wajah birokrasi — pelan, tapi pasti. (*)