Untuk meraih Adipura Kencana, Padang harus melompat dari pendekatan administratif ke pendekatan transformatif. Artinya, bukan hanya memenuhi indikator teknis, tapi juga membangun ekosistem lingkungan yang hidup dan berdaya.
SEJAK pertama kali digelar pada 1986, penghargaan Adipura telah menjadi simbol supremasi kota bersih di Indonesia.
Sebuah piagam prestise yang lebih dari sekadar piala, karena ia mencerminkan keberhasilan sebuah kota dalam mengelola lingkungan hidup secara sistematis, berkelanjutan, dan partisipatif.
Kota Padang termasuk salah satu yang konsisten mencicipi prestasi ini. Namun, hingga kini, Adipura Kencana — penghargaan tertinggi dalam program ini — masih menjadi mimpi yang belum terwujud.
Kota Padang terakhir kali meraih Piala Adipura secara penuh pada 2017 dan 2018. Setelah itu, prestasi lingkungan ini mengalami pasang surut.
Pada 2022 dan 2023, Padang hanya berhasil menggenggam Sertifikat Adipura, bentuk apresiasi yang lebih rendah dibanding piala.
Artinya, kota ini dianggap sudah memiliki komitmen pengelolaan lingkungan yang baik, tapi belum memenuhi seluruh indikator ideal.Pada pengumuman Adipura terbaru yang dilaksanakan pada 20 Mei 2025 lalu, Kota Padang belum berhasil kembali meraih penghargaan tersebut.
Kegagalan ini tentu menjadi catatan penting, namun bukanlah akhir dari perjalanan. Justru ini bisa menjadi pemicu bagi Pemerintah Kota Padang untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan memperkuat berbagai aspek pengelolaan lingkungan.
Jika dilakukan secara konsisten dan komprehensif, bukan tidak mungkin pada tahun berikutnya Padang tidak hanya meraih kembali Piala Adipura, tetapi langsung melompat menuju Adipura Kencana.