Sebab surat-surat tersebut tidak bertanggal dan tidak bertahun. Hanya ada nama bulan saja. Sehingga sering menimbulkan keraguan.
Beliau berkata, "Kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban. Kami tidak tahu apakah Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin."
Berangkat dari peristiwa inilah, Umar bin Khattab mengundang para sahabat untuk bermusyawarah. Tujuannya adalah menyusun dan menetapkan penanggalan (kalender) Islam. Dalam musyawarah tersebut mengemukakan beberapa standar pilihan.
Ada yang mengusulkan hari kelahiran Rasulullah SAW sebagai permulaan tahun. Namun usulan ini kemudian ditolak karena hari kelahiran ini masih diperdebatkan tanggal pastinya.
Disamping itu, standar tersebut terkesan menyerupai kaum Nashrani yang menjadikan hari kelahiran Nabi Isa sebagai awal tahun Masehi.
Ada juga yang mengusulkan tahun kematian Beliau. Namun ini juga tertolak karena tidak layak sebagai sebuah momentum untuk kebangkitan Islam. Karena momen kematian tentunya suasana duka.
Opsi yang menguat kemudian adalah peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah. Pertama karena peristiwa itu memang menjadi momen awal dan cikal bakal kebangkitan dan lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban yang besar.Kedua, karena peristiwa hijrahnya Nabi adalah peristiwa yang memisahkan antara al Haq dengan Al bathil.
Ketiga, karena adanya isyarat hari itu dipahami dari firman Allah dalam surat At Taubah: Artinya: "Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya." (QS. At-Taubah:108)
Para sahabat menangkap makna “sejak hari pertama” dalam ayat tersebut adalah hari pertama kedatangan hijrahnya Rasulullah SAW.