Diam yang Tak Kunjung Padam

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Diam yang Tak Kunjung Padam

Bagikan opini

Namun diam Tom Lembong, yang tetap enggan berbicara, telah menciptakan ruang abu-abu dalam narasi publik. Di satu sisi, ia seperti seorang korban dari sistem yang hendak membungkam integritasnya. Di sisi lain, ia tampak seperti simbol dari elite yang tahu cara meloloskan diri dari jeratan hukum.

SEHARI setelah Presiden Prabowo Subianto menandatangani keputusan abolisi atas kasus Tom Lembong, lini masa media sosial kembali meledak.

Bukan hanya karena publik merasa ada yang tak selesai dalam penanganan perkara korupsi impor gula, tapi karena diamnya tokoh utama dalam skandal itu justru terasa lebih nyaring dibanding pidato siapa pun.

Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan dan eks Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal era Presiden Joko Widodo, memang tak pernah mengajukan pembelaan di depan publik sejak namanya terseret kasus manipulasi kuota impor gula yang menyeret kerugian negara hingga Rp1,8 triliun.

Ia diam saat dimintai klarifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia tetap diam ketika digiring ke Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada awal Mei 2025.

Ia bahkan tetap bungkam ketika kabar tentang abolisi Presiden mulai beredar di kalangan wartawan Istana.

Kini, setelah abolisi disahkan dan disetujui DPR, diam itu tak kunjung padam. Ia memilih tinggal di luar Jakarta, menolak semua permintaan wawancara, bahkan dari media internasional.

“Ia ingin menyendiri,” kata seorang kerabatnya di kawasan Puncak, Bogor.

“Bagi dia, diam itu bukan sikap menghindar, tapi cara menolak skenario yang dianggapnya cacat sejak awal.”

Namun tak semua pihak sepakat dengan narasi pembersihan nama. Seorang peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), yang tak ingin disebutkan namanya, menyatakan keputusan abolisi ini justru menegaskan adanya celah dalam mekanisme penegakan hukum terhadap korupsi.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini