Sementara, peneliti dari Balai Riset Inovasi Nasional (BRIN), Triwurjani, dalam diskusi bertajuk "Riset Perjalanan Maek," menyambut baik festival ini sebagai bentuk mengenali sejarah nenek moyang.
Arkeolog ini menyebut sangat jarang tokoh yang memberikan perhatian serius terhadap budaya dan benda purbakala.
"Kami tim dari BRIN sengaja membawa fosil tengkorak manusia hasil ekskavasi Tahun 1985, sebagai bentuk penghargaan atas kegiatan ini," ungkapnya.
"Semoga, dengan festival ini bisa memberikan dampak positif terhadap perkembangan pengetahuan," harap Triwurjani.
Dua hari berikutnya, para pakar arkeologi dari dalam dan luar negeri juga akan menggelar diskusi dengan beberapa tema. Di antaranya, 'Simbol dan Peradaban Kuno' oleh ahli dari Mesir.
Kemudian, 'Maek Sebagai Warisan Dunia,' oleh guru besar dari Universitas Andalas.
Kemudian, diskusi 'Maek dan Masa Depan Peradaban' serta 'Maek dan Asal Mula Bahasa Minangkabau.'Gali Potensi Budaya
Sementara itu, Jefrinal Arifin mengatakan, potensi budaya yang ada di Sumatra Barat mesti lebih digali ke depannya.
"Kita mesti merawat dan menggali potensi dari semua cagar budaya dan kebudayaan yang ada di Sumbar. Itu semua mesti dijaga dan bermanfaat bagi masyarakat," ucapnya.
Editor : Mangindo Kayo