“Dalam konteks mitigasi bencana, melalui ingatan bencana banjir itu dapat belajar tentang bagaimana menyikapi dan menghadapi bencana banjir hari ini dan masa yang akan datang,” tuturnya.
Menurutnya, khazanah warisan ingatan kebencanaan di Sumatera Barat mencerminkan hubungan erat antara masyarakat Minangkabau dengan alam sekitarnya.
”Penting untuk dikelola agar dapat dijadikan perangkat budaya yang dapat menjadi media pewarisan memori kolektif masyarakat terhadap peristiwa bencana alam,” ujarnya.
Tamsil “alam takambang jadi guru” yang masih lestari dalam pemahaman masyarakat Minangkabau sampai sekarang, dapat diartikan juga sebagai cara urang awak memaknai bencana tidak semata sebagai ancaman, tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari ekosistem yang mereka huni.
Pandangan ini mengajarkan nilai adaptasi, kewaspadaan dan keseimbangan, yang semuanya berkontribusi terhadap kesiapsiagaan dalam mitigasi bencana.Pentingnya pelestarian khazanah ingatan kebencanaan ini tidak hanya terletak pada nilai historis dan budayanya, tetapi juga pada potensinya untuk mendukung kebijakan mitigasi yang lebih kontekstual dan berbasis kearifan lokal.
Oleh karena itu, integrasi pengetahuan tradisional dalam strategi mitigasi modern dapat jadi solusi yang efektif untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman bencana.
“Kami berharap hasil penelitian ini tidak hanya menjadi dokumentasi, tetapi juga dapat diimplementasikan dalam kebijakan mitigasi dan edukasi masyarakat,” tutup Yose Hendra. (*)
Editor : Mangindo Kayo