VALORAnews - Bupati Solok Selatan dan Dharmasraya, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan, membolehkan mobil dinas untuk digunakan mudik oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Keputusan permisif itu, tak lepas dari pernyataan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB), Yuddy Chrisnandi, yang juga membolehkan mobil dinas untuk digunakan mudik oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Ini adalah kebijakan buruk dari KemenPAN RB pada kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo. Padahal, KemenPAN RB pada masa sebelumnya (pada pemerintahan Presiden SBY), selalu mengeluarkan kebijakan melarang penggunaan mobil dinas untuk mudik lebaran. Pernyataan Menteri KemenPAN RB ini jelas tidak memberikan contoh yang baik kepada publik, terutama tentang etis seorang penyelenggara negara," tegas Koordinator Lembaga Antikorupsi Integritas, Arief Paderi, dalam siaran persnya.
Menurut Paderi, kebijakan bupati Solok Selatan dan Dharmasraya itu, adalah bentuk buruk dampak pernyataan KemenPAN RB, sehingga menjadi legitimasi oleh kedua Kepala Daerah tersebut. Jika hal ini dibiar, tentu akan memperburuk semangat pemberantasan korupsi.
Dilain sisi, imbauan KPK, yang disampaikan Pimpinan Sementara KPK, Johan Budi, agar Pejabat Negara dan Pegawai PNS tidak menggunakan mobil dinas untuk mudik, adalah hal yang tepat.
Pada prinsipnya, penggunaan mobil dinas bagi pejabat dan PNS hanya boleh digunakan untuk mendukung kerja-kerja kedinasan sesuai dengan tugas dan fungsi jabatan.Dalam hal ini, pengelolaan mobil dinas sebagai barang milik negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, menyebutkan bahwa pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asar fungsional kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai.
Sebagai aset negara/daerah, maka segala biaya pemeliharaan dan perawatan mobil dinas yang bersangkutan tentu akan dibebankan kepada negara.
"Sangat tidak adil ketika negara harus mengeluarkan biaya pemeliharaan dan perawatan akibat penggunaan aset secara pribadi di luar fungsi jabatan dan kedinasan seperti mudik," tegasnya.
Hal tersebut, jelas merugikan keuangan negara dan secara hukum dapat digolongkan kepada tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 UU No 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Editor : Devan Alvaro 
                   
                   
                             
                             
                             
                             
                             
                             
                       
                       
                       
                       
                       
                       
                       
                       
                      