Retaliasi: Balas Dendam yang Membungkam

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Retaliasi: Balas Dendam yang Membungkam

Bagikan opini

Bahkan, dalam lingkungan aparatur sipil negara, mekanisme whistleblower protection telah mulai diperkenalkan.

Namun, di dunia nyata, retaliasi tetap menjalar seperti jamur di musim hujan, melingkupi institusi yang belum sepenuhnya berpihak pada keadilan.

Kampus—yang semestinya menjadi ruang paling bebas untuk berpikir dan berbicara—ternyata tidak luput dari praktik ini.

Seorang dosen yang memperjuangkan haknya atas Tunjangan Hari Raya, harus menghadapi pemanggilan tanpa prosedur, sidang tertutup yang dihadiri puluhan pejabat dan tuduhan-tuduhan yang samar tentang "pelanggaran administratif" atau bahkan "pemalsuan surat."

Satu kesalahan prosedural kecil yang wajar dalam birokrasi, dibesar-besarkan menjadi dosa berat yang layak dihukum berat.

Yang lebih mengkhawatirkan, tuduhan seperti "pemalsuan surat" sering kali dilontarkan tanpa memahami betul unsur-unsur hukum yang harus dipenuhi.

Padahal, dalam hukum pidana Indonesia, khususnya Pasal 263 KUHP, pemalsuan surat bukan sekadar kesalahan ketik atau kekeliruan administratif.

Ia mensyaratkan adanya niat jahat (mens rea) untuk menguntungkan diri sendiri atau merugikan pihak lain.

Tanpa niat itu, tuduhan pemalsuan menjadi tuduhan kosong yang hanya mempermalukan institusi yang melontarkannya.

Retaliasi bukan hanya persoalan individu. Ia cermin budaya birokrasi yang menolak dikritik, menolak diperbaiki. Ia melanggengkan rasa takut, membunuh semangat perubahan.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini