Ketika Berita Disulap Jadi Iklan

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Ketika Berita Disulap Jadi Iklan

Bagikan opini

Lebih jauh, kasus tayangan OOJ ini juga mengingatkan pada praktik lain yang marak di tingkat lokal: wartawan amplop.

Mereka yang datang bukan membawa tugas jurnalistik, melainkan proposal diam-diam, yang berisi harga pemuatan berita.

Tak jarang pula, mereka menawarkan "penghilangan" berita, jika sang narasumber bersedia berdamai di bawah meja.

Sumber dari internal media mengakui adanya tekanan finansial yang membuat wartawan atau bagian pemasaran kerap mengambil jalan pintas.

“Kami tak bisa hidup dari klik dan langganan,” ujar seorang pemimpin redaksi media daring di Sumatera Barat.

“Akhirnya, berita jadi komoditas, bukan lagi amanah publik.”

Namun tidak semua media menyerah pada godaan ini. Beberapa masih menjaga garis tegas antara redaksi dan bisnis.

Masih ada ruang-ruang integritas, meski semakin sempit. Tantangan hari ini adalah menjaga kepercayaan di tengah tsunami informasi yang tak selalu jernih.

Dewan Pers bersama asosiasi jurnalis seperti AJI dan IJTI perlu lebih aktif melakukan edukasi, pengawasan, dan mendorong pembentukan newsroom yang beretika.

Sementara, publik mesti makin cermat mengenali tanda-tanda bias: apakah berita terlalu satu sisi, apakah narasinya hiperbolik, ataukah terlalu memuji tanpa kritik.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini