Qurban: Menyembelih Ego, Menegakkan Solidaritas

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Qurban: Menyembelih Ego, Menegakkan Solidaritas

Bagikan opini
Ilustrasi Qurban: Menyembelih Ego, Menegakkan Solidaritas

Ibadah qurban bukan hanya soal menyembelih hewan. Ia adalah ritus purifikasi spiritual dan koreksi sosial yang makin relevan di tengah dunia yang semakin individualistik.

Maka, pertanyaannya bukan lagi: berapa banyak sapi disembelih? Melainkan: apakah qurban tahun ini membuat yang miskin merasa lebih terhormat, lebih dilibatkan, lebih dicintai!

SETIAP TAHUN, tanggal 10 Zulhijah, umat Islam di seluruh dunia mulai melaksanakan ibadah qurban. Ribuan hewan disembelih, dagingnya dibagikan dan gema takbir berkumandang.

Namun, di balik ritual itu, kita sering kali terjebak pada permukaan: jumlah kambing yang disembelih, harga sapi yang dibeli, atau seberapa besar nama kita tercetak di kantong plastik pembungkus daging.

Padahal, hakikat qurban lebih dari sekadar ritual penyembelihan. Ia adalah cermin relasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan sesamanya.

Dalam kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, yang menjadi pusat inspirasi ibadah ini, kita tidak hanya melihat ketaatan luar biasa, tapi juga proses batin yang mengguncang: perintah untuk mengorbankan sesuatu yang paling dicintai.

Menyembelih Ego

Surah Al-Hajj Ayat 37 mengingatkan kita bahwa “Daging dan darah hewan qurban itu tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian.”

Ayat ini menegaskan bahwa qurban adalah soal niat dan kualitas keikhlasan, bukan soal besar kecil hewan yang disembelih.

Dalam era yang didominasi pencitraan, qurban bisa berubah menjadi ajang unjuk diri. Sapi disumbangkan dengan iringan kamera, daftar nama donatur dicetak dalam ukuran besar dan daging dibagikan sambil memamerkan logo lembaga.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini