Tentu, ini tak sepenuhnya salah—sepanjang tidak merusak niat. Tapi kita perlu bertanya: apakah kita sedang menyembelih hewan, atau sedang memelihara ego?
Solidaritas dalam Sepotong Daging
Salah satu esensi qurban adalah distribusi dan keadilan sosial. Islam menetapkan bahwa daging qurban harus dibagikan, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Ini bukan sekadar instruksi teknis, tapi cerminan bahwa ibadah tak boleh berhenti pada diri sendiri.
Dalam masyarakat yang terbelah oleh kesenjangan, qurban adalah simbol paling nyata bahwa kekayaan harus mengalir.
Ketika daging sampai ke tangan tukang parkir, pemulung, dan buruh harian, ada pesan yang disampaikan: bahwa ibadah sejati tidak akan sah tanpa kehadiran orang lain, tanpa rasa empati yang terwujud dalam tindakan.
Namun, belakangan muncul tren “qurban instan”—di mana orang menyetor uang ke lembaga, lalu menerima sertifikat dan video penyembelihan.
Meskipun ini sah secara fiqih, kita tetap harus mengingat bahwa kehadiran, interaksi, dan partisipasi langsung dalam berbagi adalah bagian dari ruh qurban itu sendiri.Melampaui Ritual: Kritik Sosial dan Ekologis
Qurban juga bisa dibaca sebagai bentuk kritik terhadap gaya hidup yang berlebihan. Ketika konsumsi menjadi simbol status, qurban mengingatkan bahwa berkorban adalah inti dari kemanusiaan.
Kita diminta untuk rela melepaskan sesuatu yang halal, sah, dan berharga—demi kepentingan yang lebih tinggi.