Jika Berdarah, Maka Laku

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Jika Berdarah, Maka Laku

Bagikan opini
Ilustrasi Jika Berdarah, Maka Laku

Kematian sebagai Konten

Lihatlah bagaimana berita tentang pembunuhan, pemerkosaan, atau bunuh diri disebar tanpa sensor dan sering kali tanpa empati.

Cuplikan video CCTV yang menampilkan korban dalam detik-detik terakhir hidupnya diperlakukan bagai klip film horor.

Judul-judul berita daring kian menggoda: “Ibu Muda Lompat dari Jembatan, Suaminya Baru Selingkuh,” “Tewas Terbakar Hidup-hidup, Warga Hanya Menonton.”

Tak sedikit media digital yang menggantung kelangsungan hidupnya pada jumlah klik. Maka lahirlah praktik clickbait, judul bombastis yang belum tentu sesuai isi.

Tragedi menjadi alat untuk mendongkrak trafik.

Dan publik, yang kini ikut berperan sebagai produsen konten melalui unggahan media sosial, ikut-ikutan menjadikan kekerasan sebagai bahan bakar engagement.

Ini bukan cuma soal etika jurnalistik yang dilanggar, tapi juga soal banalitas tragedi. Ketika tayangan kekerasan terus-menerus disajikan tanpa konteks, empati publik menumpul.

Luka orang lain menjadi latar hiburan. Tragedi tak lagi menggugah rasa, melainkan memuaskan rasa ingin tahu yang dangkal.

Masyarakat diseret ke dalam semacam voyeurisme digital—menonton penderitaan orang lain dari kejauhan, dengan nyaman dan tanpa tanggung jawab.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini