Aspek Hukum di Balik Sengkarut Dokumen Pribadi Pekerja

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Aspek Hukum di Balik Sengkarut Dokumen Pribadi Pekerja

Bagikan opini

Jangan ragu menuntut ganti rugi atau melapor ke polisi jika ada dugaan penyalahgunaan. Sebab dalam hukum, ijazah bukan hanya selembar kertas, tapi bagian dari hak fundamental sebagai warga negara.

DI TENGAH gempuran isu ketenagakerjaan belakangan ini, satu masalah klasik kembali menyeruak ke permukaan: penahanan ijazah oleh perusahaan sebagai jaminan loyalitas pegawai.

Praktik ini bukan saja melanggar hak dasar pekerja, tetapi menyimpan potensi pelanggaran hukum serius—bahkan berujung pidana—jika ijazah hilang, rusak, atau disalahgunakan oleh pihak perusahaan.

Selembar ijazah sejatinya bukan sekadar bukti kelulusan, melainkan dokumen pribadi yang melekat pada hak konstitusional setiap warga negara.

Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak atas pengembangan diri melalui pendidikan dan pekerjaan yang layak.

Maka, hilangnya atau rusaknya ijazah akibat kelalaian pihak ketiga—dalam hal ini pemberi kerja—bisa dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Kementerian Ketenagakerjaan melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/5/HK.04.00/V/2025, tertanggal 20 Mei 2025, sudah menegaskan: praktik penahanan ijazah bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya.

Ijazah tak boleh dijadikan jaminan kerja kecuali atas dasar persetujuan tertulis dari pekerja. Namun ironisnya, dalam praktik lapangan, masih banyak perusahaan—terutama di sektor manufaktur dan sektor informal—yang menjadikan ijazah sebagai alat pengendali pegawai.

Masalah besar muncul ketika perusahaan tak mampu menjaga dokumen tersebut dengan layak. Banyak kasus pekerja mengeluh ijazah mereka rusak akibat penyimpanan buruk—kena air, dimakan rayap, atau lusuh karena kelalaian HRD.

Lebih parah, ada yang hilang, tercecer, atau bahkan dipalsukan oleh pihak tak bertanggung jawab. Ini bukan sekadar masalah administratif, tapi dapat menjadi perkara hukum serius.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini