Aspek Hukum di Balik Sengkarut Dokumen Pribadi Pekerja

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Aspek Hukum di Balik Sengkarut Dokumen Pribadi Pekerja

Bagikan opini

Permasalahan lain muncul ketika ijazah dijadikan jaminan “utang” atas biaya pelatihan. Beberapa perusahaan berdalih menahan ijazah karena sudah mengeluarkan dana pelatihan mahal untuk karyawan.

Jika karyawan resign sebelum batas waktu, ijazah baru bisa dikembalikan setelah melunasi “denda.” Padahal, berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan UU Perlindungan Konsumen, ini bentuk pengalihan beban risiko yang tak sah—bisa digugat sebagai klausul baku merugikan.

Persoalan makin rumit jika ijazah rusak atau hilang di tangan perusahaan, sementara pihak perguruan tinggi atau sekolah tak lagi bisa mengeluarkan salinan asli karena sudah melewati batas waktu arsip.

Si pekerja bisa kehilangan akses permanen ke dunia kerja formal, yang masih mensyaratkan ijazah asli untuk melamar.

Dalam kasus seperti ini, tanggung jawab ganti rugi bisa meliputi kerugian ekonomis di masa depan: kehilangan kesempatan kerja, kerugian psikologis, bahkan trauma sosial.

Karena itu, Kementerian Ketenagakerjaan mengimbau semua perusahaan untuk menghapus praktik ini dan beralih ke mekanisme kontrak kerja yang wajar: biaya pelatihan ditanggung bersama atau dibayar bertahap, bukan lewat penahanan dokumen.

Lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyoroti bahwa penahanan ijazah melanggar hak asasi atas kepemilikan pribadi.

Ke depan, pemerintah perlu membangun sistem digitalisasi ijazah yang terintegrasi nasional, seperti di Jepang atau Eropa.

Verifikasi bisa dilakukan daring oleh perusahaan tanpa harus menahan dokumen fisik. Dengan demikian, risiko kehilangan, kerusakan, atau penyalahgunaan bisa dihapus total.

Bagi pekerja, hak atas dokumen pribadi harus diperjuangkan. Jika ijazah hilang atau rusak karena kelalaian perusahaan, laporkan ke Dinas Ketenagakerjaan atau ajukan gugatan perdata.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini