Dari "I Love New York," "Amazing Thailand" hingga "Padang Kota Tercinta, Kujaga dan Kubela"

Foto Muhibullah Azfa Manik
×

Dari "I Love New York," "Amazing Thailand" hingga "Padang Kota Tercinta, Kujaga dan Kubela"

Bagikan opini
Ilustrasi Dari "I Love New York," "Amazing Thailand" hingga "Padang Kota Tercinta, Kujaga dan Kubela"

Kedua, dari birokrasi dan perangkat pemerintah (top-down) seperti “Bogor Berseri,” yang merupakan akronim dari program pembangunan kota: Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah.

Slogan ini menjadi bagian dari dokumen perencanaan daerah dan kampanye layanan publik di Kota Bogor.

Berikutnya “Ini Medan, Bung!” yang tumbuh dari interaksi sosial warga Medan dan mencerminkan cara bertutur yang spontan, tegas dan khas.

Ungkapan ini kemudian diadopsi secara luas dalam promosi kultural, meskipun belum disahkan secara resmi oleh pemerintah kota.

Dari sudut pandang semiotika, slogan kota merupakan bagian dari sistem tanda yang membentuk makna kolektif.

Ia tidak netral secara nilai; sebaliknya, ia penuh muatan ideologis. Dalam perspektif sosiolinguistik, slogan kota dapat dianalisis sebagai register sosial yang menghubungkan bahasa dengan identitas lokal.

Karena itu, city slogan bukan hanya alat promosi, tetapi juga cermin perdebatan internal kota: siapa yang mewakili kota, nilai apa yang dianggap layak dipromosikan, dan siapa yang disisihkan dari narasi resmi.

Tantangan dan Kritik atas Branding Kosmetik

Meski demikian, tidak semua slogan kota berhasil mengakar dalam memori kolektif warganya.

Banyak kota di Indonesia mengganti slogan setiap kali pergantian kepala daerah, tanpa kesinambungan narasi atau pelibatan publik. Fenomena ini membuat slogan terjebak dalam fungsi kosmetik: indah di baliho, tidak terasa di jalanan.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini