Dari "I Love New York," "Amazing Thailand" hingga "Padang Kota Tercinta, Kujaga dan Kubela"

Foto Muhibullah Azfa Manik
×

Dari "I Love New York," "Amazing Thailand" hingga "Padang Kota Tercinta, Kujaga dan Kubela"

Bagikan opini
Ilustrasi Dari "I Love New York," "Amazing Thailand" hingga "Padang Kota Tercinta, Kujaga dan Kubela"

Simon Anholt, salah satu pelopor nation branding, menekankan bahwa branding yang sukses bukan soal logo atau frasa kreatif, tetapi tentang perilaku konsisten yang membentuk pengalaman nyata.

Slogan “Kota Bersih” tidak berarti apa-apa jika drainase kota tersumbat. Slogan “Ramah Investasi” justru menjadi ironi, jika perizinan dikuasai oleh praktik koruptif. Dalam hal ini, city slogan menjadi ujian etis bagi pemerintah: seberapa jujur slogan mencerminkan realitas?

Penutup: Membumikan Identitas, Membingkai Masa Depan

City slogan adalah pintu masuk menuju pemaknaan atas suatu kota. Ia adalah pernyataan yang tampak sederhana, namun menyimpan kompleksitas: sejarah, aspirasi, krisis, dan harapan.

Dalam dunia yang makin terdigitalisasi, kota tidak hanya bersaing dalam hal infrastruktur fisik, tapi juga dalam representasi simbolik.

Maka, merumuskan slogan kota seharusnya tidak menjadi proyek jangka pendek tim pemasaran daerah. Ia mesti melibatkan warga, budayawan, peneliti, dan birokrat dalam dialog yang partisipatif.

Slogan kota yang baik bukan yang paling kreatif, tetapi yang paling jujur, inklusif, dan relevan dengan realitas sosial dan arah pembangunan kota.

Karena pada akhirnya, membangun kota berarti juga membangun makna. Dan dalam hal ini, satu kalimat bisa menentukan citra sebuah peradaban. (*)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini