Hari Bank Indonesia bukan sekadar peringatan, melainkan refleksi atas perjalanan panjang lembaga yang menjadi "nadi" ekonomi nasional. Dari ORI hingga Digital Rupiah, BI terus menulis sejarah—dengan tinta yang kadang tertumpah, tapi tak pernah berhenti mengalir.
SETIAP 5 Juli, Indonesia memeringati Hari Bank Indonesia (BI). Tanggal ini bukan sekadar hari jadi, melainkan tonggak sejarah moneter yang mengiringi pasang-surut ekonomi bangsa—dari era Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) hingga gelombang digitalisasi.
Lembaga ini telah menjadi "jantung" kebijakan moneter, meski kerap menghadapi ujian berat: dari hiperinflasi era Soekarno, krisis 1998, hingga pandemi COVID-19.
Dari DJB ke BI: Jejak Kolonial Menuju Kedaulatan Moneter
Bank Indonesia lahir dari metamorphosis De Javasche Bank (DJB), bank sirkulasi era Hindia Belanda yang berdiri pada 1828. Setelah kemerdekaan, DJB dinasionalisasi melalui Undang-Undang No. 11/1953, resmi menjadi Bank Indonesia pada 5 Juli 1953. Saat itu, tugas utamanya jelas: menjadi bank sentral yang mencetak dan mengelola mata uang.
Namun, di era Orde Lama, BI kerap terjepit antara ambisi politik Soekarno dan realitas ekonomi. Inflasi meroket hingga 650% pada 1966 akibat defisit anggaran yang dibiayai pencetakan uang. "BI waktu itu lebih seperti mesin cetak uang pemerintah ketimbang pengendali moneter," kata ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri, dalam wawancara dengan TEMPO.
Orde Baru: Stabilisasi dengan Bayangan KekuasaanDi bawah Soeharto, BI mendapat "napas baru" lewat paket kebijakan ekonomi 1966 (Pakto 66). Inflasi berhasil ditekan dari tiga digit menjadi 10% pada 1969. BI menjadi aktor kunci dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), dengan kebijakan moneter yang ketat.
Namun, di balik kesuksesan stabilisasi, independensi BI dipertanyakan. "BI seperti menjadi bagian dari Departemen Keuangan. Kebijakan suku bunga atau nilai tukar seringkali diintervensi pemerintah," ungkap Miranda Goeltom, mantan Deputi Gubernur BI, dalam diskusi di Jakarta, 2023.
Puncaknya adalah krisis moneter 1998, ketika BI gagal mengantisipasi serangan spekulasi rupiah, yang berujung pada pemisahan fungsi BI sebagai bank komersil (lewat UU No. 23/1999).