Gawai, Pegawai dan Revolusi Makna

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Gawai, Pegawai dan Revolusi Makna

Bagikan opini
Ilustrasi Gawai, Pegawai dan Revolusi Makna

Ironisnya, meski "pegawai" berasal dari kata "gawai" yang berarti kerja, dalam praktiknya justru "gawai" dalam arti gadget sering jadi pengganggu produktivitas kerja.

Data Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2024 menunjukkan bahwa 67% pekerja kantoran mengaku sering terdistraksi oleh notifikasi dari gawai mereka selama jam kerja.

Fenomena "presenteeism" - hadir secara fisik tapi pikiran berada di dunia maya - meningkat hingga 40% sejak pandemi.

"Kalau dulu pegawai di kantor sering ditegur karena merokok di jam kerja, sekarang lebih sering karena asyik bermain gawai," kelakar Andi, seorang manajer HRD di Jakarta yang sehari-harinya berurusan dengan disiplin karyawan.

Namun di balik paradoks ini, revolusi digital justru melahirkan jenis pegawai baru yang keberadaannya tak terlepas dari gawai.

Para content creator, pekerja remote dan buzzer media sosial adalah contoh bagaimana gawai tidak lagi sekadar alat, tetapi telah menjadi tempat bekerja itu sendiri.

Di sisi lain, banyak pekerjaan tradisional justru terancam oleh kehadiran gawai yang semakin cerdas. Kasir, resepsionis, bahkan sopir konvensional mulai tergantikan oleh sistem otomatisasi berbasis gawai.

Ekonom digital, Riza Marpaung dalam salah satu bukunya mencatat fenomena unik ini.

"Kita sedang menyaksikan pertukaran peran yang menarik. Dulu pegawai yang mengoperasikan alat, sekarang justru alat yang seolah-olah 'mempekerjakan' manusia," tulisnya.

Jika kita mengira cerita tentang gawai dan pegawai sudah cukup kompleks, ternyata ada lapisan makna lain yang mengejutkan.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini