Gawai, Pegawai dan Revolusi Makna

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Gawai, Pegawai dan Revolusi Makna

Bagikan opini
Ilustrasi Gawai, Pegawai dan Revolusi Makna

Di Kalimantan, kata "Gawai" justru merujuk pada festival panen masyarakat Dayak yang telah berlangsung turun-temurun.

"Gawai Dayak adalah warisan budaya kami yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan gadget atau pekerjaan kantoran," tegas Markus Jambu, seorang budayawan Dayak.

Fenomena bahasa seperti ini sebenarnya tidak unik di Indonesia. Dalam bahasa Inggris kita mengenal kata "right" yang bisa berarti "kanan" atau "benar," sementara "write" berarti menulis - bunyi sama namun makna berbeda.

Yang membuat kasus "gawai" istimewa adalah bagaimana satu kata bisa merangkum tiga dunia yang berbeda: teknologi modern, ketenagakerjaan, dan tradisi budaya.

Konflik makna antara gawai dan pegawai ini juga mencerminkan pertarungan generasi di tempat kerja.

Generasi lama sering mengeluh, "Pegawai itu harus disiplin, jangan main gawai terus!" Sementara generasi Z justru membalas, "Tanpa gawai, kami tidak bisa bekerja sebagai pegawai!"

Data LinkedIn tahun 2025 menunjukkan bahwa 80% lowongan kerja sekarang mensyaratkan kecakapan menggunakan berbagai perangkat digital.

"Pegawai abad 21 harus bisa 'bergawai' dengan bijak," kata Nadia Wijaya, direktur sebuah perusahaan EduTech.

Kisah tentang gawai dan pegawai ini pada akhirnya mengajarkan kita bahwa bahasa adalah makhluk hidup yang terus berevolusi. Kata-kata bisa terbelah, berkembang, dan menemukan identitas baru seiring perubahan zaman.

Apa yang hari ini kita sebut sebagai gawai mungkin akan berubah maknanya lagi di masa depan, sama seperti bagaimana kata "pegawai" telah melalui perjalanan panjang sejak zaman kolonial.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini