Ketika Timbangan Curang di Tanah Madyan

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Ketika Timbangan Curang di Tanah Madyan

Bagikan opini
Ilustrasi Ketika Timbangan Curang di Tanah Madyan

Harta yang haram cenderung membawa masalah, fitnah dan ketidaktenangan. Ia bisa menjadi sumber penyakit, perpecahan keluarga atau bahkan kehancuran total, seperti yang dialami Kaum Madyan.

Dalam konteks saat ini, pesan ini sangat penting. Di era di mana korupsi, manipulasi, dan kecurangan dianggap sebagai "jalan pintas menuju kesuksesan," kita harus kembali ke fondasi ajaran Nabi Syu'aib.

KISAH Nabi Syu'aib dan Kaum Madyan bukanlah dongeng dari masa lalu yang usang. Ia adalah cermin tajam yang memantulkan kondisi hari ini, sebuah narasi abadi yang relevan dengan zaman di mana setiap transaksi, setiap janji dan setiap angka bisa dimanipulasi.

Kisah ini mengajarkan bahwa kehancuran sebuah bangsa tidak melulu datang dari perang atau bencana alam, melainkan bisa berawal dari hal-hal kecil: kecurangan dalam timbangan.

Kaum Madyan, di masa keemasannya, adalah penguasa jalur dagang. Mereka makmur, kota mereka ramai dan harta benda melimpah.

Namun, kekayaan itu dibangun di atas fondasi yang rapuh. Setiap pedagang di Madyan, dengan sadar, merusak integritas mereka sendiri. Mereka mengurangi takaran saat menjual, dan menambahkannya saat membeli.

Praktik ini, yang pada awalnya dianggap "hal biasa dalam bisnis," perlahan-lahan merusak moral seluruh masyarakat.

Kepercayaan luntur, keadilan lenyap, dan yang kuat menindas yang lemah. Bukankah kondisi ini tak jauh berbeda dengan yang kita saksikan hari ini?

Di era modern, timbangan curang tidak lagi hanya berupa alat ukur fisik. Timbangan itu kini menjelma menjadi manipulasi harga, peredaran produk palsu, korupsi dalam tender proyek, atau bahkan penyebaran informasi yang salah demi keuntungan pribadi.

Praktik "mengurangi takaran saat menjual" dapat kita lihat dalam maraknya penipuan online atau janji-janji manis yang tak pernah ditepati oleh para pemimpin.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini