Wilayah ini punya dua wajah: pusat kota yang ramai di sekitar alun-alun, dan desa-desa yang masih mengandalkan pasar mingguan untuk jual-beli kebutuhan.
Di banyak kampung, pendapatan bulanan keluarga rata-rata tak jauh dari upah minimum kabupaten yang pada 2025 tercatat Rp 2,2 juta.
Di tengah kondisi itu, biaya berobat bisa menjadi beban berat. Walau klinik puskesmas ada, antrean panjang dan keterbatasan tenaga medis membuat sebagian warga memilih praktik dokter swasta—yang tarifnya kerap terasa memberatkan.
Rafika paham situasi itu. Lahir dan besar di Ponorogo, ia menempuh pendidikan kedokteran di Malang sebelum kembali ke kampung halaman.
Keputusan membuka praktik “bayar seikhlasnya” bukanlah strategi pemasaran, melainkan tekad yang lahir dari pengamatan panjang terhadap kesenjangan akses kesehatan.
“Saya sering lihat orang menunda berobat karena takut mahal. Padahal, penyakitnya bisa jadi lebih berat,” ujarnya.
Pelayanan di tempatnya tidak berarti seadanya. Setiap pasien diperiksa lengkap: tekanan darah, denyut nadi, hingga pemeriksaan laboratorium dasar seperti cek gula darah, kolesterol, dan asam urat.Semua dengan standar medis yang sama seperti di klinik berbayar penuh. Hanya sistem pembayarannya yang dirombak.
Model ini tak hanya menyentuh hati pasien, tapi juga menggugah rasa ingin tahu rekan sejawatnya. Beberapa dokter bertanya-tanya: apakah mungkin bertahan secara finansial?
Rafika tak menampik bahwa ada tantangan. Namun, biaya operasionalnya relatif terkendali karena ia mengelola sendiri, dibantu keluarga.