Namun, jika melihat tren PAD di beberapa daerah tersebut, situasinya tidak selalu sederhana. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri dan publikasi APBD tahun 2023–2024, kenaikan PAD di daerah-daerah dengan tarif PBB melonjak drastis tidak selalu sebanding dengan kenaikan pungutan.
Sebagai contoh, PAD Kabupaten Jombang pada APBD 2023 berada di kisaran Rp550 miliar.
Meski ada kenaikan PBB-P2 tahun ini, target PAD 2024 tidak melonjak secara proporsional, karena sebagian besar PAD Jombang masih bergantung pada retribusi jasa umum dan bagi hasil pajak dari provinsi.
Artinya, lonjakan tarif PBB-P2 tidak otomatis menutup seluruh kebutuhan belanja.
Di Kota Cirebon, PAD pada 2023 sekitar Rp250 miliar, dengan kontribusi pajak daerah (termasuk PBB-P2) mencapai lebih dari 60 persen.
Kenaikan tarif PBB-P2 memang potensial meningkatkan kas daerah, namun di sisi lain memunculkan risiko penurunan kepatuhan wajib pajak jika kenaikan dianggap terlalu membebani.
Beban Ekonomi di LapanganBagi warga, PBB-P2 yang melonjak tajam langsung terasa di tagihan. Dalam keluhan yang muncul di forum warga dan pemberitaan lokal, banyak yang mengaku tagihan naik berkali-kali lipat dibanding tahun lalu.
Bagi pemilik rumah di kawasan perkotaan yang nilai tanahnya naik signifikan, kenaikan bisa mencapai jutaan rupiah per tahun.
Pelaku usaha kecil dan menengah di Pati dan Bone menyampaikan kekhawatiran serupa. Pajak yang tinggi berpotensi menggerus modal usaha, terutama di sektor yang margin keuntungannya tipis.