DIM dan Kekeliruan Memandang Minangkabau

Foto Dr Emeraldy Chatra
×

DIM dan Kekeliruan Memandang Minangkabau

Bagikan opini
Ilustrasi DIM dan Kekeliruan Memandang Minangkabau

DIM menjadi sebuah fiksi struktural, yang berusaha memunculkan ilusi tentang masyarakat feodal dimana para penghulu menjadi punya kekuasaan sangat besar di nagari.

KALAU saya ringkas Naskah Akademik yang mengiringi RUU Daerah Istimewa Minangkabau, maka pokok pikiran yang rupanya berada di belakang inisiatif DIM adalah, pertama masalah ekonomi.

Kedua masalah kepemimpinan tradisional. Ketiga masalah perempuan. Keempat masalah moral yang mengalami degradasi.

Dilandasi keprihatinan atas keempat masalah itulah kemudian para penggagas berpikir mencari jalan keluar. Sampai di sana saya mengapresiasi.

Niat penggagas sangat baik, bahkan mulia. Saya pribadi juga melihat keempat masalah itu sangat perlu diatasi. Itu kalau kita ingin Minangkabau tidak lagi sekadar nama.

Namun saya dengan penggagas DIM berbeda pikiran pada saat mencari jalan keluar. Penggagas DIM sepertinya berpikir bahwa dengan diubahnya nama Provinsi Sumatera Barat menjadi Daerah Istimewa Minangkabau keempat masalah tadi dapat diatasi.

Sebaliknya, menurut pikiran saya, DIM itu tidak akan mampu. Alih-alih dapat memecahankan masalah, justru DIM akan menimbulkan masalah baru, terutama sekali pertentangan dalam masyarakat yang pro versus yang kontra DIM.

Kabupaten Kepulauan Mentawai mungkin akan melepaskan diri karena penduduknya mayoritas bukan orang Minangkabau.

Bila diabstraksikan secara sosiologis, maka gagasan DIM beranjak dari pikiran struktural fungsional. Struktur (dengan kata lain kekuasaan) dipandang sebagai kekuatan yang dapat mengatur prilaku orang.

Orang tunduk pada struktur. Struktur punya kekuatan memaksa, termasuk menghukum orang yang tidak patuh. Struktur juga mempunyai kekuatan mengakumulasikan kapital, membangun lapangan kerja, dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini