Terobosan lain bisa berupa integrasi sistem transparansi daring. Bayangkan jika setiap kampus BLU memiliki portal publik yang memuat struktur tarif, rencana belanja, hingga laporan kinerja akademik yang mudah dipahami masyarakat. Maka, prinsip akuntabilitas tak lagi jadi jargon, tapi budaya.
Kembali ke soal dasar: BLU bukanlah musuh, dan bukan pula solusi tunggal. Ia adalah alat, yang hanya seefektif nilai-nilai yang menuntunnya.
Bila kampus negeri yang menyandang status BLU benar-benar ingin jadi mercusuar ilmu dan keadilan sosial, maka sudah waktunya mereka membuka diri—bukan hanya membuka tarif.
Tanpa itu semua, sayap yang dijanjikan undang-undang hanyalah aksesori.Dan BLU, alih-alih terbang tinggi sebagai pembawa layanan publik bermutu, bisa-bisa justru jatuh ke perangkap mental dagang yang membungkus diri dengan jaket birokrasi. (*)