Mendengarkan Ilmu, Menyimpan Ingatan

Foto Muhibbullah Azfa Manik
×

Mendengarkan Ilmu, Menyimpan Ingatan

Bagikan opini
Ilustrasi Mendengarkan Ilmu, Menyimpan Ingatan

Ingatan Tidak Terbentuk dari Suara Saja

Salah satu tesis utama Willingham adalah: “Memory is the residue of thought”—ingatan adalah sisa dari proses berpikir.

Artinya, kita hanya akan mengingat apa yang benar-benar kita pikirkan, bukan hanya dengar atau baca secara pasif.

Jika seseorang mendengarkan buku sambil menyetir atau mencuci piring, otaknya akan membagi perhatian antara dua aktivitas.

Hal itu bisa menghambat terbentuknya pemahaman mendalam. “Multitasking membagi sumber daya kognitif kita, padahal memori butuh fokus,” kata Willingham.

Ia menggarisbawahi bahwa otak hanya bisa memproses sekitar 7±2 item informasi dalam working memory (ingatan jangka pendek).

Maka, jika informasi datang terlalu cepat—seperti saat mendengarkan tanpa jeda atau ulasan—otak akan kesulitan menyimpannya ke long-term memory.

Preferensi Bukan Bukti Efektivitas

Willingham juga menantang anggapan populer bahwa setiap orang punya “gaya belajar” bawaan: visual, auditori, atau kinestetik.

Ia menyebut bahwa tak ada bukti ilmiah kuat yang menunjukkan bahwa siswa akan belajar lebih baik jika materi disesuaikan dengan preferensi sensoriknya.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini