Menjawab Kebutuhan Siapa
Pemerintah menyebut tol ini sebagai tonggak sejarah konektivitas Sumatera Barat. Benar. Tapi konektivitas bukan sekadar soal jarak yang dipangkas, melainkan siapa yang bisa ikut bergerak bersamanya.
Jika tarif terlalu tinggi, masyarakat memilih kembali ke jalan lama. Maka tol akan sepi, tidak ekonomis, dan menjadi proyek mahal yang mubazir.
Sebaliknya, jika disubsidi atau diberi skema tarif progresif untuk warga lokal atau kendaraan umum, tol bisa menjadi tulang punggung distribusi dan mobilitas regional yang inklusif.
PT Hutama Karya menyatakan tengah intensif melakukan sosialisasi. Itu penting, namun tidak cukup. Sosialisasi sebaiknya diiringi dengan evaluasi: sejauh mana tol ini bisa diakses dan dimiliki oleh warga?Sejauh mana warung, petani, sopir travel, dan pelaku UMKM bisa tetap hidup dalam sistem baru ini?
Pemerataan tidak selalu hadir lewat pembangunan besar. Tapi dari upaya kecil untuk mendengar suara di pinggir jalan. (*)