Ujian Keimanan dalam Menegakan Kebaikan

Foto Mochammad Nasrudin
×

Ujian Keimanan dalam Menegakan Kebaikan

Bagikan opini

Tidak ada keimanan dengan cara melanggar perintah Allah dan rosul-Nya. Tidak ada ketawakalan tanpa didahului ikhtiar untuk menghindari bahaya.

Rosululloh adalah wakil Allah di bumi yang menjelaskan hukum-hukum Allah. Kemudian, dilanjutkan para ulama sebagai pewaris nabi. Ilmu itu wajib bersanad, agar kita tidak belajar dengan syetan.

Ulama lah yang paling memahami maksud dari ajaran Allah dan rosul-Nya, karena mereka belajar dari ulama-ulama sebelumnya hingga sanad tersebut musalsal ke Rosululloh SAW. Sehingga ilmu ulama, benar benar bisa dipertanggungjawabkan.

Mereka ketika mengeluarkan fatwa tidak hanya berdasarkan dari rujukan sembarangan, namun rujukan yang sudah rojih dan juga melibatkan banyak disiplin ilmu.

Bukan rujukan abal-abal, baru belajar langsung berani menyalahkan fatwa ulama. Dengan dasar postingan orang, YouTube atau hadist-hadist yang bertebaran di medsos yang tidak diteliti derajat kualitas hadistnya. Tidak peduli hadistnya sohih atau dhoif, sanadnya musalsal atau mungkoti', matannya marfu' atau maqthu'.

Semuanya diembat dan langsung diyakini tanpa keilmuan. Naifnya langsung dipakai untuk menyesatkan Fatwa ulama yang keilmuannya jelas jelas dalam dan bersanad hingga Rosululloh SAW.

Inilah tanda akhir zaman! Orang bodoh mengajari orang pintar.

Lalu, Ulil Amri atau pemerintah selama perintahnya untuk kebaikan umat, mengikuti hukum Syara', mengikuti arahan ulama, maka kebijakan pemerintah, wajib hukumnya diikuti. Sebagaimana QS An-Nisa 59 di atas. Taatlah kepada Allah dan rosulNya serta Ulil Amri untuk membuktikan,apakah kita beriman atau tidak.

Inilah ujian bagi kita, melalui Fatwa ulama yang meminta meninggalkan shalat Jum'at, sementara demi mencegah kerusakan dan demi memelihara kehidupan. Apakah kita akan akan ikut perintah Ulil Amri atau pemerintah juga ulama atau kita akan buat anggapan dan prasangka sendiri seakan-akan beriman padahal hakikatnya melawan perintah Allah dan rosul-Nya serta Ulil Amri.

Kalau sikap ingkar kita karena ketidakpahaman kita dan ilmu yang terbatas, lalu setelah dipahamkan mau mengerti dan mengubah sikapnya menjadi taat kepada Allah dan rosul-Nya, maka dia masih tergolong orang beriman.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini