Jika majelis hakim memutus sesuai logika hukum yang ketat, kasus utama dugaan korupsi harus diprioritaskan. Hanya setelah itu, perkara pencemaran nama baik bisa diuji.
Putusan ini juga akan mengirim pesan jelas: apakah pengadilan akan menjadi pelindung hak warga untuk bicara benar, atau justru menjadi alat represi terhadap kebenaran yang belum sempat diuji.
Mengembalikan Fungsi UU ITE
Kasus ini kembali menghidupkan wacana revisi UU ITE, khususnya pasal-pasal karet yang rawan disalahgunakan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika pernah menjanjikan perbaikan substansial pada 2021, namun hasilnya dianggap setengah hati oleh kelompok masyarakat sipil.
Jika pasal karet dibiarkan, kasus seperti ini akan terus berulang. Bedanya hanya wajah terdakwa dan lokasi sidangnya.Penutup
Hari ini, keterangan ahli akan memaparkan tiga hal penting: asas hukum yang mengutamakan penyelesaian perkara pokok, definisi transaksi elektronik yang sempit, dan prinsip kebenaran sebagai pembelaan mutlak.
Jika argumentasi ini diterima, sang whistleblower bukan hanya bisa bebas, tapi juga memicu proses hukum terhadap dugaan korupsi yang ia ungkap.
Karena pada akhirnya, negara hukum diukur bukan dari seberapa keras ia menghukum, melainkan seberapa kuat ia melindungi kebenaran. (*)