Namun, permohonan ditolak. Sebagai gantinya, mereka pun hanya mendapat kawasan pencadangan, bukanya izin usaha perkebunan atau HGU itu sebagaimana hal mestinya.
Untuk mengatasi hal keterbatasan itu, PT Hutahean itu menjalin kerja sama dengan Koperasi Unit Desa (KUD) Setia Baru untuk mengelola 2.380 hektare lahan.
Perjanjian ini dibuat dihadapan notaris dengan skema pembagian hasil 65 persen diperuntukanya ke masyarakat dan sekitar 35 persen untuk perusahaan.
“Seharusnya masyarakat mendapatkan 1.540 hektare, sementara PT Hutahean mengelola 830 hektare. Namun, dalam praktiknya, perusahaan hanya menanam sawit di 825 hektare,” terangnya.
“Secara sepihak, mengklaim lahan tersebut sebagai milik mereka. Sisa dari 2.380 hektare yang tidak tertanami justru diserahkan ke masyarakat tanpa kompensasi,” ungkapnya.
Budiman menegaskan, PT Hutahean sudah mengelabui masyarakat. Karena hal ini bukannya perjanjian jual beli, melainkan kerjasama.
Dari 825 hektare itu, yang telah sudah berproduksi, dan 65 persen hasilnya seharusnya untuk masyarakat.Tapi, malah mereka berdalih mengalami kerugian serta menolak pembagian hasil. Rugi dari mana? Yakni sisa lahan dari 2.380 hektare belum mereka kelola.
Menurutnya, tindakan PT Hutahean tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berpotensi melanggar hukum.
Ia meminta pemerintah, untuk hentikan operasional perusahaan ataupun membawa kasus ini ke ranah hukum.
Editor : Mangindo Kayo 
                   
                   
                             
                             
                             
                             
                             
                             
                       
                       
                       
                       
                       
                       
                       
                       
                      