"Sebelum Covid ini menjadi tempat wisata yang diminati, tetapi saat Covid menurun drastis dan penghasilan sebagian masyarakat juga terganggu," ungkapnya.
"Jadi, sebagian masyarakat mulai mengeksploitasi mangrove, sayangnya itu dipangkas habis, padahal ada tata cara kita menebang mangrove," kata Yuliani Siregar.
Dikatakan Yuliani Siregar, Pemprov Sumut akan bekerja sama dengan Badan Restorasi Mangrove dan Gambut (BRMG) memulihkan kawasan mangrove, termasuk aspek sosial dan ekonomi.
"Kita akan kerja sama dengan BRMG dan semua stakehholder, kita juga libatkan anak-anak muda agar kecintaan mereka pada mangrove tumbuh, karena mereka yang kita harapkan bisa melestarikan ini," kata Yuliani Siregar.
Sementara, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BRGM Gatot Subiantoro menjelasakan, selain aspek sosial dan ekonomi, dampak kerusakan lingkungan juga sangat penting diperhatikan. Setiap tahunnya, daratan Sumut terkena intrusi air laut sekitar 14 meter per hektare dan untuk memperbaikinya butuh sekitar Rp5 juta hingga Rp 6 juta per meter."Kalau terkena intrusi, harus dibenahi agar tidak merusak perkebunan, pemukiman, di Labuhanbatu ada masyarakat yang harus merelakan sebagian kebun sawitnya untuk jadi hutan mangrove, ada lagi kebun kelapa yang rusak dan jumlahnya ribuan," kata Gatot. (*)
Editor : Mangindo Kayo