Plafrom Digital Digempur Kekerasan Gender Berbasis Online

×

Plafrom Digital Digempur Kekerasan Gender Berbasis Online

Bagikan berita
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Penyalahgunaan teknologi juga menyasar privasi dengan cara lain, seperti digital stalking. Melalui fitur lokasi, akses ke media sosial, dan aplikasi pelacak, pelaku dapat memantau aktivitas korban secara terus-menerus.

Meskipun tidak melibatkan kontak fisik, dampaknya bisa sama merusaknya dengan kekerasan langsung.

Korban mengalami tekanan psikologis berat, ketakutan berkepanjangan, bahkan trauma jangka panjang.

Sayangnya, sistem hukum di Indonesia masih belum cukup progresif dalam mengakomodasi kompleksitas KGBO.

Meskipun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Pornografi dapat digunakan untuk menjerat pelaku, keduanya belum secara khusus mengatur tentang kekerasan berbasis gender di ranah digital.

Pasal-pasal yang digunakan sering kali multitafsir dan kurang melindungi korban. Bahkan, banyak korban yang justru mengalami reviktimisasi saat mencoba melapor, mereka dianggap “mengundang” kekerasan karena unggahan atau penampilan mereka di media sosial.

Harapan sempat muncul ketika Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan pada tahun 2022.

UU ini menjadi langkah maju karena untuk pertama kalinya, negara mengakui bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik secara eksplisit.

Namun demikian, dalam praktiknya, masih banyak aparat penegak hukum yang belum memahami secara utuh penerapan UU ini terhadap kasus-kasus KGBO.

Seperti yang ditulis Arsyad & Narulita (2022) dalam jurnal Cakrawala Informasi, kurangnya pelatihan dan minimnya kapasitas digital aparat menyebabkan banyak kasus berakhir tanpa kejelasan hukum.

Editor : Mangindo Kayo
Bagikan

Berita Terkait
Terkini